Palangka Raya
Jurnal Polisi Nasional.com
Permasalahan yang berkepanjangan terkait kepemilikan atas tanah di wilayah Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sabangau, kembali memanas setelah dua warga Lewu Taheta, Daryana dan Suparno, ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalimantan Tengah, Pasal yang disangkakan kepada mereka ialah pemalsuan surat atau penggunaan surat palsu yakni pasal 263 ayat (1) KUHP atau ayat (2) KUHP Jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Dengan ada nya permasalahan tersebut di atas Men Kumpul mengadakan Konfrensi Pers, kediamannya, Jalan Galaksi, Rabu (3/9/2025), Pak Min Kumpul, Ketua Kalteng Watch sekaligus kuasa pendamping masyarakat Lewu Taheta, menilai penetapan status tersangka terhadap kedua warga tersebut janggal dan tidak adil di Karenakan kasus ini adalah ranah perdata namun berbelok kepidana, yang membuat Men Kumpul heran dan bingung,Katanya sebagai kuasa pendamping dari masyarakat lewu Taheta.
Daryana dan M Suparno dituduh membuat serta menggunakan surat palsu terkait lahan yang diklaim sebagai milik kelompok masyarakat Lewu Taheta. Namun, Men Gumpul mempertanyakan mengapa hanya keduanya yang dijadikan tersangka, sementara dokumen yang dipermasalahkan, menurutnya, telah diketahui dan disahkan oleh Kelurahan Sabaru serta pihak Kecamatan Sabangau.

“Kalau benar dianggap palsu, seharusnya lurah, camat, bahkan masyarakat Lewu Taheta juga ikut menjadi tersangka. Kenapa hanya Daryana dan Suparno?” ujarnya.
Dalam kasus ini
Men Gumpul menduga adanya upaya kriminalisasi hukum terhadap kedua warganya.
Ia menyebut aparat penegak hukum belum pernah memperlihatkan dokumen dasar berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) milik kelompok J M, yang selama ini dijadikan dalil adanya pemalsuan.
“Kalau pihak kepolisian tetap memaksakan, maka masyarakat Lewu Taheta siap melakukan aksi unjuk rasa,” tegasnya.
Dalam pernyataannya, Men Gumpul juga menegaskan bahwa tanah masyarakat Lewu Taheta bukan bagian dari kawasan transmigrasi, sebagaimana kerap disebut dalam narasi pihak lain. Ia meminta agar pemerintah Kota Palangka Raya segera mempertegas tapal batas antar kelurahan di Kecamatan Sabangau untuk menghindari konflik berlarut-larut.
“Persoalan batas wilayah ini sudah lama jadi sumber masalah. Kalau batasnya jelas, sengketa seperti ini bisa diminimalisir,” ujarnya.

Salah satu warga, berinisial N, mengaku kecewa dan keberatan dengan tuduhan bahwa dokumen kepemilikan tanah yang mereka miliki adalah palsu. Ia menyebut lahan tersebut sudah digarap warga sejak 2018 dan bahkan sudah memiliki Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) sejak 2021.
“Kalau tanah yang kami garap sejak lama disebut surat palsu, itu jelas merugikan kami sebagai warga kecil,” ungkapnya.
Hingga kini, masyarakat Lewu Taheta masih menunggu penjelasan resmi dari penyidik Ditreskrimum Polda Kalteng terkait dasar hukum yang menjadikan Daryana dan Suparno sebagai tersangka. Pihak Kalteng Watch menegaskan akan terus mengawal kasus ini agar tidak terjadi praktik kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan lokal yang mempertahankan hak atas tanah mereka.(Pad) Kapperwil Kalimantan.








